Pemerintah Kabupaten Sambas mendapat kunjungan dari Tim Kajian Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas). Kunjungan Tim Kajian Warannas ini membahas seputar percepatan pembangunan ekonomi kawasan perbatasan di Aruk dan Temajuk sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2021, Selasa, (31/8/2021). 


Deputi Bidang Sistem Nasional Setjen Wantannas RI, Mayjen TNI Moh. Hatta Usmar Rukka mengatakan, kedatangan mereka untuk mengkaji berbagai aspek penting di kawasan perbatasan Sambas-Malaysia yang nantinya akan dimasukkan dalam susunan rancangan kebijakan strategis nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional. 
Selain itu lanjut dia, Wantannas RI juga meninjau aspek-aspek resiko pembangunan kawasan perbatasan sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2021.

Wantannas kata Moh. Hatta, saat ini sedang membuat dokumen strategis yang disebut strategi ketahanan nasional, sesuai tugas mereka untuk mengatur kebijakan dan program pemerintah pusat di kawasan perbatasan negara.


"Pemerintah telah menetapkan bahwa kawasan perbatasan adalah kawasan strategis nasional. Pada umumnya, kawasan perbatasan itu jauh dari perkotaan. Terkesan terisolir dan terpencil, otomatis ekonominya tidak maksimal. Keluarnya Inpres Nomor 1 tahun 2021 untuk mejawab itu,” katanya.


Deputi Bidang Sistem Nasional Setjen Wantannas RI, Mayjen TNI Moh. Hatta Usmar Rukka mengatakan, kedatangan mereka untuk mengkaji berbagai aspek penting di kawasan perbatasan Sambas-Malaysia yang nantinya akan dimasukkan dalam susunan rancangan kebijakan strategis nasional dalam rangka pembinaan ketahanan nasional.
Sekaligus melihat secara langsung PLBN Aruk dan Temajuk sebagai kawasan strategis nasional yang ditetapkan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 20201. Mereka juga ingin mengetahui sejauh mana impelementasi percepatan pembangunan ekonomi di perbatasan.


"Dalam Inpres itu, ada tiga tugas khusus untuk Bupati Sambas. Pertama harus menyiapkan lahan. Kemudian mengurus perijinan dan ketiga mendukung dari segi anggaran," katanya.


Moh. Hatta mengatakan, ada dua benang merah yang telah mereka tarik soal pembangunan di perbatasan Sambas-Malaysia. Pertama soal waktu yang hanya dua tahun untuk menuntaskannya. Menurut dia itu akan menjadi kesulitan utama pemerintah daerah, apalagi sekarang sedang pandemi Covid-19.


Kedua tambah dia, adanya keterbatasan anggaran akibat pemangkasan dan refocusing anggaran selama pandemi. Semua itu nantinya akan masuk dalam rekapitulasi Wantannas dan akan disampaikan ke pusat.


"Kami minta Pak Bupati Sambas untuk memfasilitasi baik itu informasi berupa data selama kami berkunjung. Setelah ini kita ke Aruk, untuk menginspeksi jalan perbatasan. Mohon PUPR dampingi. Kita akan bermalam di Temajuk kemudian melihat PLBN Aruk," katanya.




Sementara itu Bupati Sambas, Satono mengatakan, sektor ekonomi di wilayah perbatasan memang sedang menjadi konsen pemerintah daerah. Kurang lebih delapan bulan sejak diterbitkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2021 tanggal 11 Januari, Pemda Sambas telah banyak melakukan koordinasi mulai dari tingkat kabupaten sampai ke pusat.


 “Waktu yang diberikan dalam Inpres tersebut kurang lebih 2 tahun, yakni sampai awal Januari tahun 2023. Mudah-mudahan program percepatan pembangunan sektor ekonomi di wilayah perbatasan Aruk dan Temajuk bisa tuntas secepatnya,” katanya.


Diharapkan  Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI bisa menindaklanjuti hasil audiensi Wantannas dan Pemkab Sambas hari ini. Sehingga, apa yang diimpikan masyarakat perbatasan bisa terwujud secepatnya.


Lebih jauh, Satono berharap Wantannas bisa menyampaikan aspirasi Pemkab Sambas ke pusat, terkait regulasi ekspor impor ke Malaysia. Menurutnya, dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2021 itu, tidak ada petunjuk tentang ekspor impor.


“Seharusnya hal yang paling penting dalam membangun ekonomi perbatasan itu adalah ekspor impor. Dalam Inpres itu belum ada klu (petunjuk). Jadi saya titip ke Pak Mayjen, tolong sampaikan aspirasi ini ke pusat,” katanya.
 
Satono ingin pemerintah pusat memberikan regulasi terkait ekspor impor dari Sambas ke Malaysia. Sebab, dia berniat membangkitkan gairah ekonomi di tengah pandemi dari hasil pertanian.


“Kita ingin memudahkan bagaimana petani kita mengekspor hasil tani mereka, lalu bagaimana kita melakukan impor kebutuhan yang tidak ada di daerah kita. Itu semua harus didukung dengan regulasi,” katanya.


Satono paham betul, selama ini kerjasama dagang di wilayah perbatasan Sambas-Malaysia mengacu pada Perjanjian Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo). Namun perlu banyak modifikasi karena perjanjian itu sudah puluhan tahun yang lalu.
 
"Bagaimana klu ekspor impor ini bisa masuk ke kita. Sehingga legal dari segi regulasinya, selama ini kan kita mengacu pada Perjanjian Sosek Malindo, itu sudah sejak 1985, harus ada sesuatu yang baru," katanya.


Sumber : Humas Kab. Sambas