Namanya Abdul Rokhim, putra bungsu dari enam bersaudara dari pasangan Abdul Samad dan Norma. Mereka tinggal di Desa Bekut, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas.


Abdul Rokhim adalah salah satu sosok pemuda yang sangat peduli pada pelestarian dan kegiatan adat budaya Nusantara.
Ia tergolong masih belia karena lahir pada tahun 2000. Karakternya yang periang dan komunikasi membuatnya banyak teman, baik kalangan orangtua maupun anak-anak muda.


Saban hari ia menggeluti usahanya dalam membuat rebana, sekaligus dengan niatnya melestarikan budaya ditempat ia tinggal bersama orangtuanya.


Rebana yang ia buat berbahan baku dari kulit kambing dan kayu cempedak. Tetapi ada juga dibuatnya rebana berbahan pohon kelapa pantai yang sudah tua.
Kelebihan rebana dari bahan pohon kelapa, menurutnya lebih bulat suaranya jangkauannya juga lebih jauh dibandingkan dengan rebana dari bahan kayu cempedak. Namun pada proses pembuatan rebana dari pohon kelapa jauh lebih sulit, karena sangat keras. Sehingga sangat jarang diproduksi terkecuali permintaan khusus dan dengan peralatan khusus pula untuk memproduksinya.


"Untuk membuat rebana dari pohon kelapa agak sulit, tapi hasilnya bagus sekali. Dari teksturnya saja beda dengan dari kayu. Beratnya juga beda, sehingga suaranya lumayan keras. Perlu alat khusus untuk memotongnya, kadang-kadang alat potongnya bisa rusak juga", katanya menjelaskan dikediamannya, Rabu (11/5/2022).



Abdul Rokhim dalam usianya yang masih muda ini menjelaskan, dari rebana yang ia produksi merupakan pesanan dari berbagai daerah sekitar Kabupaten Sambas.
Selain memproduksi rebana, ia juga aktif dalam organisasi kepemudaan di desanya. Sehingga dirinya saat ini telah dapat menyelesaikan urusan-urusan adat di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas.

"Saya senang kalau ada yang mengajari tentang budaya dan adat istiadat. Selain itu sejarah juga saya tertarik", ujarnya.

Ketertarikannya dalam mempelajari budaya dan adat istiadat tersebut membentuk keperibadiannya cinta budaya dan ingin melestarikannya. Apalagi, katanya, kemajuan teknologi saat ini sudah banyak tradisi dan kebudayaan yang punah.

Pria berambut gondrong ini pun ternyata mahir dalam menabuh alat musik tar atau marawis. Namun ia mengaku belum bisa  memproduksinya, walaupun sekilas bentuk dan bahannya hampir sama dengan bahan untuk memproduksi rebana.



Melihat kepeduliannya dan kemampuannya untuk konsisten pada pelestarian dan pengembangan budaya perlu kiranya ada perhatian dari pihak terkait. Se9lain itu juga, perlengkapan yang ia gunakan dalam mempertahankan tradisi masihlah minim dan sangat kurang.


Penulis : Darius Tarigan
(Media Baru TVRI Kalbar)